Jumat, 13 September 2013

RUMAH GENTENG POHON JAMBU


Oleh: Aika
Hanya berbaring di atas kasur dan mengenang dia. Seluruh pandanganku sekarang hanya sebatas rumah sakit ini. Dan jika ini adalah tulisan terakhirku, aku hanya ingin menceritakan tentang dia. Aku tidak tahu untuk apa aku hidup? Untuk apa aku dilahirkan? Aku juga tidak siap untuk meninggalkan semua yang ada begitu saja.  Sangat cepat! Datang dan berlau begitu saja. Kalau saja angin bisa membawaku. Akan dengan mudah aku meninggalkan mereka tanpa jejak. Tanpa rasa sakit di hati. Tanpa air mata.
                                                                                ***

                Entah apa rencana Tuhan mempertemukanku dengan dia. Sementara aku tahu, tak kan lama aku bersamanya. Aku baru pindah ke kota Bandung bersama adik laki-lakiku dan ibuku, ayahku sudah lama meninggal sebelum adikku lahir. Tetangga baruku ada seorang anak perempuan manis dengan rambut lurus sepanjang bahu, wajahnya ceria dan kalem namun gayanya sedikit tomboy. Kesan pertama aku menyukainya. Mungkin seumuran denganku. Aku harap bisa dekat dengannya suatu hari nanti.
                Libur tahun ajaran baru ini ibu memutuskan untuk pindah dan aku melanjutkan SMP dan adikku kelas 4 SD. Hari masuk sekolah masih 2 hari lagi. Seperti biasa aku hanya menghabiskan waktu dirumah saja. Membaca komik atau main PS di kamar. Membosankan!
                Tok!tok..tok! Apa itu? Jendela kamarku seperti di lempar sesuatu. Aku beranjak dari kasur untuk melihatnya. Ya ampun anak perempuan itu! Bisa-bisanya duduk diatas atap rumahnya dengan santainya sambil memakan buah jambu biji yang batangnya memang menjulang sampai atap rumahnya. Unik sekali perempuan ini. Membuat aku terheran-heran sendiri.
                “Hai.. tetangga baru! Siapa nama kamu? Sombong sekali tidak memperkenalkan diri.” Sapanya pertama kali.
                “Hai juga! Eh iya.. sorry! Aku Rendy. Kamu? Kok bisa kamu di situ?”
                “Gitu dong! Jangan sombong-sombong jadi orang. Aku Reisya. Bisalah kan manjat dari tuh pohon. Aku sering di sini kok.”
                “Ohh..boleh aku nanya sesuatu gak?”
                “Gak boleh! Haha.. ya bolehlah! Kenapa?”
                “Dari nama sama fisik yang aku lihat sih kayaknya kamu cewek, tapi aku gak yakin. Jadi jawab jujur ya! Kamu cewek beneran atau cowok?”
                “Haah?  Maksud kamu apaan sih? Ngejek? Jelas ceweklah. Baru kenalan udah ngeselin. Sebel!”
                “Hahaha.. bercanda! Habis kok ada cewek manjat pohon terus duduk santai makan jambu kayak gitu! Aneh.”
                “Emang ada aturan cewek gak boleh manjat pohon? Kalo ada baru aku gak akan manjat! Bilang aja kamu tertarik main ke sini kan? Atau gak berani? Payah! Weee..”
                “Hehe.. Tau aja! Siapa bilang aku gak berani? Tunggu bentar aku  bakalan nyusul.”
                Itu pertama kalinya aku ngobrol dengan tetangga baruku. Reisya namanya! Sepertinya hari-hariku nanti tidak akan membosankan. Ternyata dia satu sekolah denganku SMPN Pelita 6. Siapa tahu nanti kita sekelas. Dia juga punya adik laki-laki yang seumuran dengan adikku.
                                                                ***
                Hari pertama di sekolah cukup menyenangkan dan tidak terlalu sulit untuk beradabtasi. Aku tidak sekelas dengan Reisya. Dia VII-A sedangkan aku VII-B, kelas kita sebelahan. Setiap hari kita berangkat dan pulang bareng, tentunya bareng juga dengan adik-adik kita karena SDnya terletak depan sekolah kita. Tidak pernah bosan rasanya dekat dan ngobrol dengan Reisya. Aku mengikuti semua kegiatannya bersamanya membuat aku selalu tertawa. Perasaan aneh apa ini? Aku tidak mengerti. Masih terlalu kecil untuk mengartikan ini sebagai cinta. Entahlah tapi aku hanya ingin di dekatnya dan menjaganya. Itu saja.
                Mungkin karena kita tetangga kita berdua sangat dekat. Aku dan adikku sering bermain di rumahnya begitu juga sebaliknya. Dia memang berbeda. Aku beruntung bisa sempat kenal dan dekat dengannya. Sebisa mungkin aku pengen tetep disamping dia, ngeliat dia ceria dan tersenyum bahagia. Bersamanya membuat aku tidak mempunyai beban apapun. Hanya bahagia! Bahkan lebih bahagia daripada aku tinggal di rumah. Reisya..Reisya.. andai aku punya lebih banyak waktu.
                                                                ***
                Sudah enam bulan aku dan Reisya menghabiskan waktu bersama baik itu di sekolah atau di rumah. Bermain, bercanda dan bercerita selalu penuh kejutan dan tantangan. Tidak pernah ada rasa bosan sedikit pun. Menyenangkan! Banyak teman-teman kita yang mengatakan kalau kita berdua berpacaran. Nyatanya tidak! Kita hanya sebatas sahabat. Walaupun dalam hatiku mengatakan aku sangat sayang padanya lebih dari sebatas sahabat. Namun rasanya tidak mungkin kalau aku berpacaran dengan Reisya. Aku juga tidak yakin apakah Reisya punya rasa yang sama buat aku. Aku harap tidak, meski aku sangat mengharapkan itu. Reisya.. aku benar-benar ingin tetap disampingmu, melindungi dan menjaga kamu! Aku tahu  dan yakin kalau kamu sebenarnya mampu menjaga diri kamu sendiri. Kamu cewek yang kuat kan! Udah mirip sama cowok malahan.
Liburan semester ini aku ke Jakarta. Ada suatu urusan penting buat aku dan inilah yang selama ini aku tutup-tutupi dari Reisya. Aku takut cerita masalah ini ke dia. Aku punya kelainan pada jantungku sejak lahir, itulah sebabnya aku sama sekali tidak boleh kecapekan. Di sekolah aku tidak mengikuti kegiatan olahraga, masa SD pun aku hanya di rumah dan membaca jadi hobiku. Aku benar-benar terlihat lemah. Tapi itu dulu! Kecerian Reisya menular kepadaku semangatnya membuat aku lupa akan kondisi tubuhku.
                Aku melakukan pengecekkan rutin setiap liburan semester. Padahal aku ingin di rumah saja liburan dengan Reisya. Sore ini aku pamit sama Reisya sambil ngobrol di tempat favorit kita. Ya betul, atap rumahnya. Sambil tiduran makan jambu dan ngobrol tidak jarang juga kita di gigit semut pohonnya.
                “Ren, kamu mau liburan kemana?” Tanyanya sambil tetap mengunyak buah jambu.
                “Aku mau ke Jakarta besok. Dua minggu ini aku bakalan di sana. Kamu liburan ke mana?”
                “Enak banget bisa liburan! Aku sih di Bandung aja. Bapak kerja gak bisa ngambil cuti. Kamu punya saudara ya di Jakarta?”
                “Kenapa? Kamu mau ikut aku ke Jakarta? Iya punya, rumah Eyang di Jakarta sekalian ngejenguk.” Kataku berbohong.
                “Ya pasti gak dibolehin aku, yang ada ngerepotin keluarga kamu. Yah sepi deh liburan ini.”
                “Makannya ikut aja. Daripada kamu linglung kangen sama aku dua minggu ini. Hehehe..” Baguslah aku emang tidak ingin kamu ikut aku. Kataku dalam hati.
                “Gak akan sampe gila kok aku kangen sama kamu. Yang ada juga kamu. Weee..”
                “Masa? Besok aku berangkat ada yang nangis lagi.”
                “Siapa? Aku nangis? Gak mungkin! Enak aja. Ntar kamu kabarin aku ya disana, certain semuanya ke aku. Trus jangan lupa dan wajib bawa oleh-oleh.” Katanya dengan senyum polos berharap.
                “Aku juga gak yakin kamu bisa nangis kok! Dasar tomboy. Jadi penasaran kalau kamu nangis bentuknya kayak apa? Haha.. Ok sip oleh-oleh beres.”
                “Enak aja. Nangis tuh wajar tapi jangan sampai ketahuan orang. Hehe.. Awas ya ntr kalo oleh-olehnya gak sampe ke aku.”
                “Oh gitu ya? Gak janji ah oleh-olehnya.”
                “Males deh. Sebagai sahabat yang baik tidak boleh pelit.”
                “Hahaha.. iya Reisya. Do’ain aja aku gak lupa oke?hehe”
                “Rendy pelit!”
                “Hhahaha.. ngambek nih yee? Iya..iya.. aku pulang dulu ya. Udah sore belum mandi nih. Kamu juga tuh! Bau !dikerubungi semut mulu  lg daritadi.”
                “Lha? Apa hubungannya semut sama bau belum mandi? Yang ada juga dikerubungi semut gara-gara aku manis. Hehe.. ya udah deh.Besok hati-hati ya?”
                “Yee nih anak muji diri sendiri lagi.Ok sip. Yuk turun.!”
                Kita berdua akhirnya turun lewat pohon jambu, seperti biasa dan Reisya selalu tidak mau dibantu. Tanpa sadar, tiba-tiba saja mencium aku keningnya yang tertutup oleh poninya. “Emang bener kamu manis. Aku sayang banget sama kamu. Daaahh.” Entah keberanian apa yang membuat aku berkata seperti itu. Tapi untunglah dia seperti tidak terlalu mengerti. Dia hanya tersenyum dan berkata “ Daaah juga. Aku juga sayang kamu sahabat Rendy yang ngeselin.” Terlalu polos! Tak apa aku cukup senang.
                                                                                ***
                Aku tidak pernah mengira akan secepat itu. Rumah genteng pohon jambu! Perkenalan pertama dan perpisahan dengan Reisya. Aku pikir masih bisa tetap kembali ke Bandung setelah liburan semester I dan naik kelas VIII bareng Reisya. Tapi dokter mengatakan kondisiku sudah sangat parah. Proses cuci darah yang rutin aku jalani tetap tidak bisa membantu. Aku diharuskan rawat inap di rumah sakit. Aku pikir sepertinya dokter berbohong, karena aku merasa tubuhku baik-baik saja. Walau memang dadaku akhir-akhir ini lebih sering sakit dari biasanya tapi aku bisa menahan rasa sakit itu. Tapi tidak ada pilihan aku hanya harus mengikuti kata dokter. Ibuku ingin yang terbaik buatku.
                Selama aku di rumah sakit aku tetap berbohong kepada Reisya. Aku bercerita kalau aku sedang liburan di rumah Eyang dan sangat mengasyikkan. Bahkan jika kita telefonan bisa sangat lama saking asyiknya bercerita dan bercanda. Keceriaannya yang membuat aku merasa lebih baik. Aku belum berani jujur, aku tidak mau dia mengkhawatikanku dan kehilangan suara tawanya.
                                                                                ***
                Mungkin sudah saatnya… Akhirnya aku hanya bisa menuliskan sebuah surat dan mengirimkan oleh-oleh untuk Reisya. Aku menitipkan kaos doraemon warna biru dan sebuah surat kepada ibu agar diberikan kepada Reisya ketika balik ke Bandung nanti.



Hai Reisya.. Apa kabar? Gimana masuk ke sekolah lagi?  Pasti ngebosenin gara-gara gak ada aku. Kamu kangen kan sama aku walaupun aku ngeselin? Soalnya aku juga kangen banget sama kamu. Aku nepatin janji kan ngirim oleh-oleh buat kamu. Aku kan sahabat yang baik dan tidak pelit. Hehe..Aku minta satu hal nih! Aku gak pengen kamu nangis sembunyi-sembunyi baca surat ini. Ok?
Maaf ya Reisya aku gak jujur sama kamu. Padahal kita sepakat buat gak ada rahasia kan? Maafin aku! Aku gak berani bilang. Aku gak mau kamu tahu penyakit aku. Aku terlalu sok kuat ya?  Aku pengen kita main dan bercanda  gak pengen aku ngebebanin kamu dan kamu ikut mikirin kondisi aku. Mungkin aku salah, harusnya aku gak jadi sahabat  kamu dan deket sama kamu. Harusnya aku diem aja di rumah gak dekat dengan siapapun. Aku gak pengen orang-orang yang aku sayang sedih gara-gara aku.  Makasih ya Sya, kamu udah pernah ngasih kebahagian buat aku. Aku suka sifat kamu yang riang, baik, cuek dan apa adanya. Aku suka ngeliat kamu ketawa dan jahil. Padahal aku  pengen lebih lama bareng sama kamu. Selamat tinggal tetangga dan sahabat! Kalau saja aku punya lebih banyak waktu aku pengen jadi cowok yang ngelindungi kamu selamanya. Tapi aku tau itu gak mungkin! Makasih buat semuanya Reisya.. Jangan marah ya?  Selamat tinggal.

RENDY
   
                                                            ***
                Reisya tidak dapat menepati janjinya. Dia menangis! Sembunyi-sembunyi di tempat favorit mereka, Rumah Genteng Pohon Jambu. Dia kehilangan senyum, tawa dan keceriannya yang disukai oleh Rendy. Tapi itu untuk beberapa minggu saja, Reisya telah berjanji akan kembali menjadi Reisya yang telah membahagiakan Rendy. Berbagi kecerian dengan siapa saja. Menyayangi dengan tulus. Reisya tidak akan mengecewakan Rendy di atas sana. Rendy harus tersenyum dan bahagia melihat Reisya yang lebih kuat. Reisya sempat sangat membenci Rendy dan mengecapnya sebagai ‘Penipu Ulung’ seolah dirinya baik-baik saja namun memiliki kepedihan mendalam yang dia simpan sendiri. Tapi yang tetap menjadi rahasia Reisya dia juga menyayangi Rendy lebih dari sahabat. Itu terbukti dia tidak pernah berpacaran dengan siapa pun sampai ia lulus SMP. Seandainya mereka memiliki waktu lebih lama. Hanya seandainya! Rendy menjadi kenangan terbaik sekaligus terpedih yang Reisya alami. Rumah genteng pohon jambu tempat yang menjadi saksi mereka berdua. Singkat dan membekas!

Tidak ada komentar: