Oleh: Aika
Hanya berbaring di atas kasur dan
mengenang dia.
Seluruh pandanganku sekarang hanya sebatas rumah sakit ini. Dan jika ini
adalah
tulisan terakhirku, aku hanya ingin menceritakan tentang dia. Aku tidak
tahu
untuk apa aku hidup? Untuk apa aku dilahirkan? Aku juga tidak siap untuk
meninggalkan semua yang ada begitu saja.
Sangat cepat! Datang dan berlau begitu saja. Kalau saja angin bisa
membawaku. Akan dengan mudah aku meninggalkan mereka tanpa jejak. Tanpa
rasa
sakit di hati. Tanpa air mata.
***
Entah apa rencana Tuhan
mempertemukanku dengan dia. Sementara aku tahu, tak kan lama aku
bersamanya. Aku baru pindah ke kota Bandung
bersama adik laki-lakiku dan ibuku, ayahku sudah lama meninggal sebelum
adikku
lahir. Tetangga baruku ada seorang anak perempuan manis dengan rambut
lurus
sepanjang bahu, wajahnya ceria dan kalem namun gayanya sedikit tomboy.
Kesan
pertama aku menyukainya. Mungkin seumuran denganku. Aku harap bisa dekat
dengannya suatu hari nanti.
Libur tahun ajaran baru
ini ibu
memutuskan untuk pindah dan aku melanjutkan SMP dan adikku kelas 4 SD.
Hari
masuk sekolah masih 2 hari lagi. Seperti biasa aku hanya menghabiskan
waktu
dirumah saja. Membaca komik atau main PS di kamar. Membosankan!
Tok!tok..tok! Apa itu?
Jendela
kamarku seperti di lempar sesuatu. Aku beranjak dari kasur untuk
melihatnya. Ya
ampun anak perempuan itu! Bisa-bisanya duduk diatas atap rumahnya dengan
santainya sambil memakan buah jambu biji yang batangnya memang menjulang
sampai
atap rumahnya. Unik sekali perempuan ini. Membuat aku terheran-heran
sendiri.
“Hai.. tetangga baru!
Siapa nama
kamu? Sombong sekali tidak memperkenalkan diri.” Sapanya pertama kali.
“Hai juga! Eh iya.. sorry!
Aku
Rendy. Kamu? Kok bisa kamu di situ?”
“Gitu dong! Jangan
sombong-sombong jadi orang. Aku Reisya. Bisalah kan manjat dari tuh
pohon. Aku sering di
sini kok.”
“Ohh..boleh aku nanya
sesuatu
gak?”
“Gak boleh! Haha.. ya
bolehlah!
Kenapa?”
“Dari nama sama fisik yang
aku
lihat sih kayaknya kamu cewek, tapi aku gak yakin. Jadi jawab jujur ya!
Kamu
cewek beneran atau cowok?”
“Haah? Maksud kamu apaan
sih? Ngejek? Jelas ceweklah.
Baru kenalan udah ngeselin. Sebel!”
“Hahaha.. bercanda! Habis
kok
ada cewek manjat pohon terus duduk santai makan jambu kayak gitu! Aneh.”
“Emang ada aturan cewek
gak
boleh manjat pohon? Kalo ada baru aku gak akan manjat! Bilang aja kamu
tertarik
main ke sini kan?
Atau gak berani? Payah! Weee..”
“Hehe.. Tau aja! Siapa
bilang
aku gak berani? Tunggu bentar aku
bakalan nyusul.”
Itu pertama kalinya aku
ngobrol
dengan tetangga baruku. Reisya namanya! Sepertinya hari-hariku nanti
tidak akan
membosankan. Ternyata dia satu sekolah denganku SMPN Pelita 6. Siapa
tahu nanti
kita sekelas. Dia juga punya adik laki-laki yang seumuran dengan adikku.
***
Hari pertama di sekolah
cukup
menyenangkan dan tidak terlalu sulit untuk beradabtasi. Aku tidak
sekelas
dengan Reisya. Dia VII-A sedangkan aku VII-B, kelas kita sebelahan.
Setiap hari
kita berangkat dan pulang bareng, tentunya bareng juga dengan adik-adik
kita
karena SDnya terletak depan sekolah kita. Tidak pernah bosan rasanya
dekat dan
ngobrol dengan Reisya. Aku mengikuti semua kegiatannya bersamanya
membuat aku
selalu tertawa. Perasaan aneh apa ini? Aku tidak mengerti. Masih terlalu
kecil
untuk mengartikan ini sebagai cinta. Entahlah tapi aku hanya ingin di
dekatnya
dan menjaganya. Itu saja.
Mungkin karena kita
tetangga
kita berdua sangat dekat. Aku dan adikku sering bermain di rumahnya
begitu juga
sebaliknya. Dia memang berbeda. Aku beruntung bisa sempat kenal dan
dekat
dengannya. Sebisa mungkin aku pengen tetep disamping dia, ngeliat dia
ceria dan
tersenyum bahagia. Bersamanya membuat aku tidak mempunyai beban apapun.
Hanya
bahagia! Bahkan lebih bahagia daripada aku tinggal di rumah. Reisya..Reisya..
andai aku punya lebih
banyak waktu.
***
Sudah enam bulan aku dan
Reisya
menghabiskan waktu bersama baik itu di sekolah atau di rumah. Bermain,
bercanda
dan bercerita selalu penuh kejutan dan tantangan. Tidak pernah ada rasa
bosan
sedikit pun. Menyenangkan! Banyak teman-teman kita yang mengatakan kalau
kita
berdua berpacaran. Nyatanya tidak! Kita hanya sebatas sahabat. Walaupun
dalam
hatiku mengatakan aku sangat sayang padanya lebih dari sebatas sahabat.
Namun
rasanya tidak mungkin kalau aku berpacaran dengan Reisya. Aku juga tidak
yakin
apakah Reisya punya rasa yang sama buat aku. Aku harap tidak, meski aku
sangat
mengharapkan itu. Reisya.. aku
benar-benar ingin tetap disampingmu, melindungi dan menjaga kamu! Aku
tahu dan yakin kalau kamu sebenarnya mampu menjaga
diri kamu sendiri. Kamu cewek yang kuat kan!
Udah mirip sama cowok malahan.
Liburan semester ini aku ke Jakarta. Ada
suatu urusan penting buat aku dan inilah
yang selama ini aku tutup-tutupi dari Reisya. Aku takut cerita masalah
ini ke
dia. Aku punya kelainan pada jantungku sejak lahir, itulah sebabnya aku
sama
sekali tidak boleh kecapekan. Di sekolah aku tidak mengikuti kegiatan
olahraga,
masa SD pun aku hanya di rumah dan membaca jadi hobiku. Aku benar-benar
terlihat lemah. Tapi itu dulu! Kecerian Reisya menular kepadaku
semangatnya
membuat aku lupa akan kondisi tubuhku.
Aku melakukan pengecekkan
rutin
setiap liburan semester. Padahal aku ingin di rumah saja liburan dengan
Reisya.
Sore ini aku pamit sama Reisya sambil ngobrol di tempat favorit kita. Ya
betul,
atap rumahnya. Sambil tiduran makan jambu dan ngobrol tidak jarang juga
kita di
gigit semut pohonnya.
“Ren, kamu mau liburan
kemana?”
Tanyanya sambil tetap mengunyak buah jambu.
“Aku mau ke Jakarta besok.
Dua minggu ini aku bakalan di sana. Kamu liburan ke
mana?”
“Enak banget bisa liburan!
Aku
sih di Bandung
aja. Bapak kerja gak bisa ngambil cuti. Kamu punya saudara ya di
Jakarta?”
“Kenapa? Kamu mau ikut aku
ke Jakarta? Iya punya, rumah
Eyang di Jakarta sekalian ngejenguk.” Kataku berbohong.
“Ya pasti gak dibolehin
aku,
yang ada ngerepotin keluarga kamu. Yah sepi deh liburan ini.”
“Makannya ikut aja.
Daripada
kamu linglung kangen sama aku dua minggu ini. Hehehe..” Baguslah aku
emang tidak ingin kamu ikut aku. Kataku dalam hati.
“Gak akan sampe gila kok
aku
kangen sama kamu. Yang ada juga kamu. Weee..”
“Masa? Besok aku berangkat
ada
yang nangis lagi.”
“Siapa? Aku nangis? Gak
mungkin!
Enak aja. Ntar kamu kabarin aku ya disana, certain semuanya ke aku. Trus
jangan
lupa dan wajib bawa oleh-oleh.” Katanya dengan senyum polos berharap.
“Aku juga gak yakin kamu
bisa
nangis kok! Dasar tomboy. Jadi penasaran kalau kamu nangis bentuknya
kayak apa?
Haha.. Ok sip oleh-oleh beres.”
“Enak aja. Nangis tuh
wajar tapi
jangan sampai ketahuan orang. Hehe.. Awas ya ntr kalo oleh-olehnya gak
sampe ke
aku.”
“Oh gitu ya? Gak janji ah
oleh-olehnya.”
“Males deh. Sebagai
sahabat yang
baik tidak boleh pelit.”
“Hahaha.. iya Reisya.
Do’ain aja
aku gak lupa oke?hehe”
“Rendy pelit!”
“Hhahaha.. ngambek nih
yee?
Iya..iya.. aku pulang dulu ya. Udah sore belum mandi nih. Kamu juga tuh!
Bau
!dikerubungi semut mulu lg daritadi.”
“Lha? Apa hubungannya
semut sama
bau belum mandi? Yang ada juga dikerubungi semut gara-gara aku manis.
Hehe.. ya
udah deh.Besok hati-hati ya?”
“Yee nih anak muji diri
sendiri
lagi.Ok sip. Yuk turun.!”
Kita berdua akhirnya turun
lewat
pohon jambu, seperti biasa dan Reisya selalu tidak mau dibantu. Tanpa
sadar,
tiba-tiba saja mencium aku keningnya yang tertutup oleh poninya. “Emang
bener
kamu manis. Aku sayang banget sama kamu. Daaahh.” Entah keberanian apa
yang
membuat aku berkata seperti itu. Tapi untunglah dia seperti tidak
terlalu
mengerti. Dia hanya tersenyum dan berkata “ Daaah juga. Aku juga sayang
kamu
sahabat Rendy yang ngeselin.” Terlalu polos! Tak apa aku cukup senang.
***
Aku tidak pernah mengira
akan
secepat itu. Rumah genteng pohon jambu! Perkenalan pertama dan
perpisahan
dengan Reisya. Aku pikir masih bisa tetap kembali ke Bandung setelah
liburan semester I dan naik
kelas VIII bareng Reisya. Tapi dokter mengatakan kondisiku sudah sangat
parah.
Proses cuci darah yang rutin aku jalani tetap tidak bisa membantu. Aku
diharuskan rawat inap di rumah sakit. Aku pikir sepertinya dokter
berbohong,
karena aku merasa tubuhku baik-baik saja. Walau memang dadaku
akhir-akhir ini
lebih sering sakit dari biasanya tapi aku bisa menahan rasa sakit itu.
Tapi
tidak ada pilihan aku hanya harus mengikuti kata dokter. Ibuku ingin
yang
terbaik buatku.
Selama aku di rumah sakit
aku
tetap berbohong kepada Reisya. Aku bercerita kalau aku sedang liburan di
rumah
Eyang dan sangat mengasyikkan. Bahkan jika kita telefonan bisa sangat
lama
saking asyiknya bercerita dan bercanda. Keceriaannya yang membuat aku
merasa
lebih baik. Aku belum berani jujur, aku tidak mau dia mengkhawatikanku
dan
kehilangan suara tawanya.
***
Mungkin sudah saatnya…
Akhirnya
aku hanya bisa menuliskan sebuah surat
dan mengirimkan oleh-oleh untuk Reisya. Aku menitipkan kaos doraemon
warna biru
dan sebuah surat kepada ibu agar diberikan
kepada Reisya ketika balik ke Bandung
nanti.
Hai Reisya.. Apa
kabar? Gimana masuk ke sekolah lagi? Pasti ngebosenin gara-gara gak ada
aku. Kamu
kangen kan
sama aku walaupun aku ngeselin? Soalnya aku juga kangen banget sama
kamu. Aku
nepatin janji kan
ngirim oleh-oleh buat kamu. Aku kan
sahabat yang baik dan tidak pelit. Hehe..Aku minta satu hal nih! Aku gak
pengen
kamu nangis sembunyi-sembunyi baca surat
ini. Ok?
Maaf ya Reisya aku gak
jujur sama kamu. Padahal kita sepakat buat gak ada rahasia kan? Maafin
aku! Aku gak berani bilang. Aku
gak mau kamu tahu penyakit aku. Aku terlalu sok kuat ya? Aku pengen
kita main dan bercanda gak pengen aku ngebebanin kamu dan kamu ikut
mikirin kondisi aku. Mungkin aku salah, harusnya aku gak jadi sahabat
kamu dan deket sama kamu. Harusnya aku diem
aja di rumah gak dekat dengan siapapun. Aku gak pengen orang-orang yang
aku
sayang sedih gara-gara aku. Makasih ya
Sya, kamu udah pernah ngasih kebahagian buat aku. Aku suka sifat kamu
yang
riang, baik, cuek dan apa adanya. Aku suka ngeliat kamu ketawa dan
jahil.
Padahal aku pengen lebih lama bareng
sama kamu. Selamat tinggal tetangga dan sahabat! Kalau saja aku punya
lebih
banyak waktu aku pengen jadi cowok yang ngelindungi kamu selamanya. Tapi
aku
tau itu gak mungkin! Makasih buat semuanya Reisya.. Jangan marah ya?
Selamat tinggal.
RENDY
***
Reisya tidak dapat
menepati
janjinya. Dia menangis! Sembunyi-sembunyi di tempat favorit mereka,
Rumah
Genteng Pohon Jambu. Dia kehilangan senyum, tawa dan keceriannya yang
disukai
oleh Rendy. Tapi itu untuk beberapa minggu saja, Reisya telah berjanji
akan
kembali menjadi Reisya yang telah membahagiakan Rendy. Berbagi kecerian
dengan
siapa saja. Menyayangi dengan tulus. Reisya tidak akan mengecewakan
Rendy di
atas sana.
Rendy harus tersenyum dan bahagia melihat Reisya yang lebih kuat. Reisya
sempat
sangat membenci Rendy dan mengecapnya sebagai ‘Penipu Ulung’ seolah
dirinya
baik-baik saja namun memiliki kepedihan mendalam yang dia simpan
sendiri. Tapi
yang tetap menjadi rahasia Reisya dia juga menyayangi Rendy lebih dari
sahabat.
Itu terbukti dia tidak pernah berpacaran dengan siapa pun sampai ia
lulus SMP. Seandainya
mereka memiliki waktu lebih lama. Hanya seandainya! Rendy menjadi
kenangan
terbaik sekaligus terpedih yang Reisya alami. Rumah genteng pohon jambu
tempat
yang menjadi saksi mereka berdua. Singkat dan membekas!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar