Kelahiranku adalah ketika sang mentari akan
meninggalkan peraduannya. Sore hari menjelang malam, karena itulah aku
dinamakan Senja . Ini hanya sebuah kebetulan saja! Atau memang
maksud Tuhan atas kehidupanku lewat alam! Entahlah, aku hanya bisa
mensyukuri kehadiranku ini yang disambut dengan pergantian waktu.
Rahim ibuku hanya sebuah perantara pada
kehidupan yang tak tentu arah dan tujuannya, hanya ada beberapa gambaran
yang tersamarkan yang memang hanya aku sendirilah yang dapat menyatukan
garis-garis kehidupan.
Aku hanya rajawali kecil yang merindukan
nafas kebebasanku. Aku bukan merpati kecil yang dapat terbang dengan
indah melintasi lekukan keindahan alam. Aku hanya ingin terbang melewati
awan, puaskan keinginanku untuk merasakan belaiannya. Lewat suara
hatiku yang diperdengarkan oleh Sang Penguasa.
Titian-titian perjalananku sungguh sangat
memilukan. Aku terbuang dalam keterasingan dan terperosok pada
kehampaan. Jari-jari kecilku tak sanggup menggenggam panasnya bara
kehidupan yang tak tahu kapan akan datang kedamaian dan mimpi-mimpi
indah yang menjadi nyata.
“Apa yang sedang engkau pikirkan anakku?”
“Ibu! Kenapa aku terlahir dalam ketiadaan?
Serba kekurangan? Apakah aku ada hanya untuk itu! Ataukah aku hanya
sebagai perantara suatu perubahan dari siang menuju malam, dari terang
menuju gelap.” Untuk anak yang baru berumur 13 tahun memang sangat tidak
manusiawi untuk menanggung beratnya fenomena kehidupan.
Kisah kehidupan seperti apa yang akan
dijalani oleh Senja? Bagaimanakah idealisme dirinya mengalahkan
pesimistis dari sebuah realistis jaman?
Novel ini diciptakan berdasarkan sebuah
perjalanan hidup yang mengangkat peristiwa-peristiwa kehidupan
sehari-hari agar dapat lebih bermakna. Dalam berkreativitas, penulis
mencoba membuat sebuah perjalanan hidup menjadi kisah yang menarik dalam
fiksi dengan sudut pandang yang berbeda. Kekuasaan yang terpendam dari
sebuah bahasa, dicoba untuk diangkat dengan tidak menekankan pada
patriotiknya sebuah pengalaman saja tetapi mengeneralisir dusta dalam
bahasa formal kearah bahasa sastra yaitu puisi. Dengan ditambahnya
rentetan puisi yang diungkapkan dalam bahasa pengarang dapat menambah
karakteristik dari novel ini yang bukan sebuah maha karya besar tetapi
hanya sebuah kesederhanaan dari hasil karya.
Novel ini diberi judul Senja , sesuai dengan nama tokoh yang ditonjolkan
dan juga dengan maksud bahwa dalam sebuah kehidupan, kita mencoba
mendokumentasikan sebuah pengalaman berarti yang terjadi pada saat
senja. Disini penulis mencoba memberikan wajah yang berbeda. Bahwa dari
saat senja pun yang sebenarnya sangat banyak kisah-kisah perjalanan yang
belum tereksploitasi dalam bentuk tulisan walaupun sebagian bentuk
kisah pada novel ini tidak terbatas ruang dan waktu. Sekali lagi judul
novel ini hanya untuk memberikan wajah yang berbeda dengan menampilkan
sketsa puisi.
Puisi-puisi yang dibuat, mempunyai kekuatan
pemaknaan dalam beberapa kondisi yang dialami penulis, karena penulis
mencoba mendisain suatu bentuk pemaknaan tidak hanya kearah yang tragis
saja. Penulis mencoba menyajikan kedalam bentuk lain seperti keceriaan,
kekaguman, sebuah hasrat dan keinginan, petualangan dan lain-lain.
Judul : Senja
Penulis : Prasenja
Tebal : vi + 109
Harga : Rp 29.900,-
BERMINAT dapat menghubungi Leutikaprio